Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Indonesia melek dengan bahaya laten penjajahan ekonomi. Ia tak sudi jika tanah air dijajah oleh masifnya barang impor di e-commerce.
“Jangan mau kita terkena juga kolonialisme di era modern ini. Kita enggak sadar tahu-tahu kita sudah dijajah secara ekonomi. Jangan sampai kita terlena dalam hitungan bulan, enggak mau saya terkena penjajahan di era modern,” tegas Jokowi kepada Peserta Program Pendidikan Lemhannas Tahun 2023 di Istana Negara pada Rabu (4/10).
Jokowi mewanti-wanti murahnya barang impor bisa bikin warga Indonesia kecanduan. Pada akhirnya, ketergantungan itu mengancam kedaulatan tanah air.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, Jokowi berharap Indonesia bisa menguasai pasar ekspor, setidaknya di Asia Tenggara. Oleh karena itu, ia terus berupaya mengejar ketertinggalan regulasi, termasuk untuk menjaga aset digital layaknya data dan informasi.
“Mungkin awal-awal harganya masih Rp5.000. Begitu sudah masuk, beli ini sudah ketagihan baru dinaikkan Rp500 juta, mau apa? Sudah enggak bisa apa-apa kita karena sudah ketergantungan di situ. Oleh sebab itu, kita harus lindungi betul kedaulatan digital kita, harus dilindungi betul,” tuturnya.
Salah satu upaya yang dilakukan rezim Jokowi adalah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Beleid ini mengatur social commerce, seperti TikTok Shop Cs, yang diklaim membunuh pedagang lokal.
Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute sekaligus Pengamat Ekonomi Digital Heru Sutadi sepakat dengan ucapan Jokowi. Menurutnya, indikasi penjajahan ekonomi tidak bisa dinafikan melihat masifnya ‘serangan’ produk luar.
“Dengan banyaknya produk dari luar negeri, maka yang akan banyak menikmati kemajuan ekonomi digital Indonesia khususnya e-commerce, ya negara dari mana produk itu diproduksi. Kita hanya kebagian remahannya saja,” kata Heru kepada CNNIndonesia.com, Kamis (5/10).
“Sejak awal e-commerce disukai masyarakat atau setidaknya 5 tahun lalu, sudah ada gejala produk asing akan banyak dijual. Lalu, gelombang besar masuknya produk asing terjadi setelah Indonesia diramal akan jadi negara terbesar e-commerce dan kian nampak sejak TikTok Shop beroperasi,” sambungnya.
Menurut Heru, toko online Indonesia memang diramal bakal merajai Asia Tenggara. Pada 2025, perputaran duit e-commerce di tanah air diprediksi mencapai Rp3.000 triliun dan melesat ke Rp5.000 triliun pada 2030.
Oleh karena itu, Heru mendukung upaya pemerintah menertibkan TikTok Shop Cs. Jika tidak, ia khawatir bakal terjadi bencana yang lebih besar.
“Kalau (TikTok Shop) tidak disetop, maka Project S akan dijalankan TikTok yang berarti kita akan benar-benar dikuasai mereka dan produk didatangkan langsung dari negaranya (China). Namun, ini (pelarangan TikTok Shop Cs) perlu langkah lanjutan. UMKM Indonesia ada 64 juta dan baru 22 juta yang go digital. Artinya PR meng-go digitalkan UMKM masih banyak, perlu ada akselerasi,” tutur Heru.
Selain membawa UMKM Indonesia masuk ke pasar digital, Heru menyebut pelaku usaha perlu pendampingan dan pengarahan agar bisa bersaing. Di lain sisi, ia meminta masyarakat untuk terus berbelanja produk-produk dalam negeri, tidak hanya terbatas pada batik.
Bersambung ke halaman berikutnya…